BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengambilan
keputusan sering kita lakukan dalam keseharian, tetapi terkadang tidak kita
sadari. Banyak keputusan yang harus diambil setiap hati, tetapi kadang-kadang
satu hari hanya satu keputusan yang kita buat, tergantung keperluannya. Membuat
keputusan merupakan salah satu peranan yang harus dimainkan setiap leader dan
manajer. Semua fungsi menajemen seperti, perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengawasan.
Perubahan
situasi dan kondisi yang sangat cepat menjadi faktor yang harus dipertimbangkan
dalam manajemen yang mendorong manajer untuk mampu membuat sejumlah keputusan
dalam waktu yang tepat dan cepat. Untuk mampu mengimbangi cepatnya perubahan
waktu, seorang manajer harus sanggup menghadapi minimal tiga tantangan, yaitu
keadaan yang sangat kompleks, keadaan yang tidak menentu dan tuntutan untuk
dapat bertindak luwes.
Kualitas
suatu keputusan merupakan cermin dari daya pikir manajer. Oleh karena itu,
berpikir dalam hubungannya dengan mengambil keputusan dan memecahkan masalah
harus diusahakan agar tidak tersesat ke jalan yang tidak efektif dan efisien.
B.
Rumusan Masalah
Dalam
pembuatan makalah ini, kami mengangkat beberapa rumusan masalah yang
diantaranya:
a.
Apa yang
dimaksud dengan pengambilan keputusan?
b.
Apa saja
tipe-tipe pangambilan keputusan?
c.
Bagaimana proses
dalam pengambilan keputusan?
d.
Faktor-faktor
apa saja yang dapat mempengaruhi dalam pengambilan keputusan?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun
maksud dan tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu untuk memberi pengetahuan
dan wawasan agar kita dapat memahami dan mengetahui apa pengertian dari
pengambilan keputusan, serta pengetahuan tentang tipe-tipe dan proses
pengambilan keputusan dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Pembuatan Keputusan
Salah satu
kegiatan manajemen yang penting adalah memahami sistem sepenuhnya untuk
mengambil keputusan-keputusan yang tepat yang akan dapat memperbaiki hasil
sistem keseluruhan dalam batas-batas tertentu. Dengan demikian pengambilan
keputusan adalah suatu proses pemilihan dari berbagai alternatif baik
kualitatif maupun kuantitatif untuk mendapat suatu alternatif terbaik guna
menjawab masalah atau menyelesaikan konflik (pertentangan).
Defenisi-defenisi Pengambilan Keputusan Menurut
Beberapa Ahli :
1. G. R. Terry
Pengambilan keputusan dapat
didefenisikan sebagai “pemilihan alternatif kelakuan tertentu dari dua atau
lebih alternatif yang ada”.
2.
Harold
Koontz dan Cyril O’Donnel
Pengambilan keputusan adalah
pemilihan diantara alternatif-alternatif mengenai sesuatu cara bertindak—adalah
inti dari perencanaan. Suatu rencana dapat dikatakan tidak ada, jika tidak ada
keputusan suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah
dibuat.
3.
Theo Haiman
Inti dari semua perencanaan adalah pengambilan
keputusan, suatu pemilihan cara bertindak. Dalam hubungan ini kita melihat
keputusan sebagai suatu cara bertindak yang dipilih oleh manajer sebagai suatu
yang paling efektif, berarti penempatan untuk mencapai sasaran dan pemecahan
masalah.
4.
Drs. H.
Malayu S.P Hasibuan
Pengambilan keputusan adalah suatu
proses penentuan keputusan yang terbaik dari sejumlah alternative untuk
melakukan aktifitas-aktifitas pada masa yang akan datang.
5.
Chester I.
Barnard
Keputusan adalah perilaku
organisasi, berintisari perilaku perorangan dan dalam gambaran proses keputusan
ini secara relative dan dapat dikatakan bahwa pengertian tingkah laku
organisasi lebih penting dari pada kepentingan perorangan.
Proses
penurunan suatu keputusan mengandung empat unsur :
1. Model :
Model menunjukkan gambaran suatu rnasalah secara kuantitatif atau kualitatif.
2. Kriteria :
Kriteria yang dirumuskan menunjukkan tujuan dari keputusan yang diambil. Jika
terdapat beberapa kriteria yang saling bertentangan, maka pengambilan keputusan
harus melalui kompromi (misalnya menambah jasa langganan dan mengurangi
persediaan, maka keputusan mana yang diambil perlu kompromi).
3. Pembatas :
Faktor-faktor tambahan yang perlu diperhatikan dalam memecahkan masalah
pengambilan keputusan. Misalnya dana yang kurang tersedia.
4.
Optimalisasi : Apabila masalah keputusan telah diuraikan dengan sejelas
jelasnya, maka manajer menentukan apa yang diperlukan (kriteria) dan apa yang
diperbolehkan (pembatas). Pada keadaan ini pengambil keputusan siap untuk
memilih pemecahan yang terbaik atau yang optimal.
Berdasarkan
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah proses
pemilihan alternatif solusi untuk masalah. Secara umum pengambilan keputusan
adalah upaya untuk menyelesaikan masalah dengan memilih alternatif solusi yang
ada.
B.
Tipe-Tipe
Keputusan
1. Keputusan
yang diprogramkan (Programed Decision):
Keputusan yang diprogramkan
merupakan keputusan yang direncanakan sesuai dengan kebiasaan, aturan, atau
prosedur yang berlaku. Biasanya hasil atau dampak dari keputusan ini tidak
mengejutkan karena cenderung berulang-ulang dan lebih bersifat rutinitas. Kehadiran
keputusan ini sering dengan mudah dapat diantisipasi sebelumnya oleh karyawan.
Untuk lebih jelasnya dapat diberikan contoh dari tipe keputusan ini: Kegiatan
audit mutu internal, Rapat tinjauan manajemen, Pemeliharaan rutin, Pemeliharaan
suku cadang secara rutin, Mengikuti pelatihan yang direncanakan.
2. Keputusan
yang tidak diprogramkan (Non – Programed Decision):
Keputusan yang tidak diprogramkan
merupakan keputusan yang tidak direncanakan sebelumnya. Biasanya berkenaan
dengan masalah-masalah baru dan bersifat khusus. Dalam menangani tipe keputusan
ini, pimpinan cenderung menggunakan pertimbangan, intuisi, dan kreativitas.
Tipe keputusan ini relatif lebih sulit dibandingkan dengan keputusan yang
diprogramkan. Waktunya sering tidak bisa diduga, bersifat darurat dan segera
sehingga cukup menyulitkan pimpinan dalam mengambil keputusan. Untuk lebih
jelasnya dapat diberikan contoh dari tipe keputusan ini: Keluhan dari
pelanggan, Keterlambatan distribusi ke pelanggan, Kerusakan mesin yang
berakibat fatal, Pengunduran diri personel inti, Unjuk rasa dan pemogokan
karyawan.
C.
Proses
Pembuatan Keputusan
Pengambilan
keputusan merupakan proses yang komleks yang memerlukan penanganan yang serius.
Secara umum, proses pengambilan keputusan meliputi tujuh langkah beriktu
(Gibson dkk, 1987)
1. Identifikasi permasalahan yang dihadapi
Ada ungkapan
yang mengatakan bahwa suatu “permasalahan yang sudah dikenali hakikatnya dengan
tepat sesungguhnya sudah separo terpecahkan.” Ungkapan ini mempunyai tiga
implikasi, yaitu:
a). Bahwa
mutlak perlu mengenali secara mendasar situasi problematik yang menimbulkan
ketidakseimbangan dalam kehidupan organisasi atau perusahaan.
b).
Pengenalan secara mendasar berarti “akar” penyebab timbulnya ketidakseimbangan
harus digali sedalam-dalamnya.
c). Mengambil
keputusan tidak boleh puas hanya dengan diagnosis gejala-gejala yang segera
tampak. Jika hanya gejala yang diidentifikasikan, sangat mungkin “terapinya”
pun hanya mampu menghilangkan gejala tersebut. Padahal yang harus dihilangkan
adalah “sumber penyakitnya”.
2. Pengumpulan Data
Berangkat dari pandangan bahwa pengambilan keputusan
memerlukan dukungan informasi yang lengkap, mutakhir, dapat dipercaya, dan
diolah dengan baik. Berarti bahwa dalam pengumpulan data ada tiga hal yang
mutlak mendapat perhatian, yaitu:
a).
Pentingnya menggali data dari semua sumber yang layak digali, baik secara
internal maupun secara eksternal. Dari segi inilah harus dilihat pentingnya
akses bagi para pengolah data terhadap semua sumber data.
b).
Pentingnya untuk menjamin bahwa data yang dikumpulkan relevan dengan
permasalahan yang hendak diatasi.
c). Bahwa
mutu data yang dikumpulkan haruslah setinggi mungkin sehingga informasi yang
dihasilkan akan bermutu tinggi pula.
3. Pengembangan alternatif
Setelah masalah di ditentukan dan dirumuskan, langkah selanjutnya adalah
pengumpulan dan analisa data yang relevan. Atas dasar tersebut, alternatif
dikembangkan sebelum keputusan dibuat. Pengembangan alternatif merupakan tahap
yang paling sulit dan memerlukan pemikiran-pemikiran yang kreatif.
Contoh: Dalam prakteknya manajer tidak selalu
mempunyai informasi yang lengkap. Maka diperlukan tindakan kongkret dari
manajer berupa pemunculan ide-ide atau inovasi brau yang berguna untuk
peningkatan mutu perusahaan.
4. Evaluasi alternatif
Evaluasi
alternatif tergantung pada pemilihan kriteria keputusan yang tepat. Kriteria
sangat penting karena evaluasi alternatif ini melibatkan kriteria yang
bertentangan.
Contoh: Keputusan manajer untuk menggunakan mesin baru
dalam operasi mungkin akan mengurangi biaya tapi mungkin juga dapat menurunkan
fleksibilitas operasi. Oleh karena itu evaluasi ini diperlukan untuk
mengavaluasi resiko yang mungkin ditimbulkan dari alternatif yang akan diambil
tersebut.
5. Pemilihan
alternatif terbaik
Meskipun
kualitas analisis yang dilakukan untuk mengevaluasi alternatif cukup tinggi,
pemilihannya jarang menjadi mudah dan jelas. Hal tersebut karena masalah
keputusan yang sulit disajikan secara lengkap. Hal ini juga merupakan kompromi
diantara berbagai faktor yang dipertimbangkan.
Contoh: Dengan terpilihnya suatu alternatif terbaik,
manajerpun harus mulai mampu menggerakkan pegawainya lewat pemberian materi
atau bahan yang cukup di mengerti serta pemeriksaan lebih lanjut mengenai apa
saja yang dibutuhkan nantinya.
6. Implementasi
keputusan
Suatu
keputusan belum selesai sebelum diterapkan dalam praktek. Implementasi
memerlukan perubahan cara orang-orang berprilaku,sehingga pembuat keputusan
dapat dipandang sebagai pengantar perubahan.
Contoh: Manajer mulai memberikan perintah,wewenang
serta tanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas-tugas tertentu dan juga mulai
menetapkan skedul kegiatan atau anggaran,mengadakan dan mengalokasikan sumber
daya yang diperlukan.
7. Evaluasi
dari hasil keputusan
Setelah
keputusan diimplementasikan, maka yangselanjutnya dilakukan adalah mengevaluasi
apakah alternatif-alternatif tadi sudah dilakukan dengan tepat dan apakah
keputusan telah memberikan hasil-hasil yang diharapkan.
Contoh: pemonitoran yang dilakukan
manajer secara terus menerus. Dengan evaluasi ini, manajer bisa mengetahui apa
saja hal yang harus dikurangi atau ditambah untuk membuat perusahaan lebih baik
lagi.
D. Model-model Pengambilan Keputusan
1. Model
Perilaku Pengambilan Keputusan
1.
Model Ekonomi, yang dikemukakan oleh ahli ekonomi
klasik dimana keputusan orang itu rasional, yaitu berusaha mendapatkan
keuntungan marginal sama dengan biaya marginal atau untuk memperoleh keuntungan
maksimum.
2.
Model Manusia Administrasi, Dikemukan
oleh Herbert A. Simon dimana lebih berprinsip orang tidak menginginkan
maksimalisasi tetapi cukup keuntungan yang memuaskan.
3.
Model Manusia Mobicentrik,
Dikemukakan oleh Jennings, dimana perubahan merupakan nilai utama sehingga
orang harus selalu bergerak bebas mengambil keputusan.
4.
Model Manusia Organisasi,
Dikemukakan oleh W.F. Whyte, model ini lebih mengedepankan sifat setia dan
penuh kerjasama dalam pengambilan keputusan.
5.
Model Pengusaha Baru, Dikemukakan oleh Wright Mills
menekankan pada sifat kompetitif.
6.
Model Sosial, Dikemukakan oleh Freud Veblen
dimana menurutnya orang sering tidak rasional dalam mengambil keputusan
diliputi perasaan emosi dan situsai dibawah sadar.
2. Model
Preskriptif dan Deskriptif
Fisher
mengemukakan bahwa pada hakekatnya ada 2 model pengambilan keputusan, yaitu:
- Model Preskriptif
Pemberian resep perbaikan, model ini
menerangkan bagaimana kelompok seharusnya mengambil keputusan
2. Model
Deskriptif
Model ini menerangkan bagaimana
kelompok mengambil keputusan tertentu.
Model preskriptif berdasarkan pada
proses yang ideal sedangkan model deskriptif berdasarkan pada realitas
observasi
Disamping model-model diatas (model
linier) terdapat pula model Spiral dimana satu anggota mengemukakan
konsep dan anggota lain mengadakan reaksi setuju tidak setuju kemudian
dikembangkan lebih lanjut atau dilakukan “revisi” dan seterusnya.
E. Teknik-teknik Pengambilan Keputusan
a. Teknik
Kreatif
·
Brainstorming
Berusaha
untuk menggali dan mendapatkan kreatifitas maksimum dari kelompok dengan memberikan
kesempatan para anggota untuk melontarkan ide-idenya.
·
Synectics
Didasarkan pada asumsi bahwa proses kreatif dapat dijabarkan dan diajarkan,
dimaksudkan untuk meningktakan keluaran (output) kreatif individual dan
kelompok
b. Teknik
Partisipatif
Individu individu atau kelompok dilibatkan dalam proses pengambilan
keputusan.
·
Teknik
Modern
-
Teknik
Delphi
-
Teknik
Kelompok Nominal
F. Gaya Pengambilan Keputusan
a.
Gaya Direktif
Pembuat keputusan gaya direktif mempunyai
toleransi rendah pada ambiguitas, dan berorienytasi pada tugas dan masalah
teknis. Pembuat keputusan ini cenderung lebih efisien, logis, pragmatis dan
sistematis dalam memecahkan masalah. Pembuat keputusan direktif juga berfokus
pada fakta dan menyelesaikan segala sesuatu dengan cepat. Mereka berorientasi
pada tindakan, cenderung mempunyai fokus jangka pendek, suka menggunakan
kekuasaan, ingin mengontrol, dan secan menampilkan gaya kepemimpinan otokratis.
b.
Gaya Analitik
Pembuat keputusan gaya analitik mempunyai
toleransi yang tinggi untuk ambiguitas dan tugas yang kuat serta
orientasi teknis. Jenis ini suka menganalisis situasi; pada kenyataannya,
mereka cenderung terlalu menganalisis sesuatu. Mereka mengevaluasi lebih banyak
informasi dan alternatif darpada pembuat keputusan direktif. Mereka juga
memerlukan waktu lama untuk mengambil kepuputusan mereka merespons situasi baru
atau tidak menentu dengan baik. Mereka juga cenderung mempunyai gaya
kepemimpinan otokratis.
c.
Gaya Konseptual
Pembuat keputusan gaya konseptual mempunyai
toleransi tinggi untuk ambiguitas, orang yang kuat dan peduli pada lingkungan
sosial. Mereka berpandangan luas dalam memecahkan masalah dan suka
mempertimbangkan banyak pilihan dan kemungkinan masa mendatang. Pembuat
keputusan ini membahas sesuatu dengan orang sebanyak mungkin untuk mendapat
sejumlah informasi dan kemudian mengandalkan intuisi dalam mengambil keputusan.
Pembuat keputusan konseptual juga berani mengambil risiko dan cenderung bagus
dalam menemukan solusi yang kreatif atas masalah. Akan tetapi, pada saat
bersamaan, mereka dapat membantu mengembangkan pendekatan idealistis dan
ketidakpastian dalam pengambilan keputusan.
d.
Gaya Perilaku
Pembuat keputusan gaya perilaku ditandai dengan
toleransi ambiguitas yang rendah, orang yang kuat dan peduli lingkungan sosial.
Pembuat keputusan cenderung bekerja dengan baik dengan orang lain dan menyukai
situasi keterbukaan dalam pertukaran pendapat. Mereka cenderung menerima saran,
sportif dan bersahabat, dan menyukai informasi verbal daripada tulisan. Mereka
cenderung menghindari konflik dan sepenuhnya peduli dengan kebahagiaan orang
lain. Akibatnya, pembuat keputusan mempunyai kesulitan untuk berkata 'tidak'
kepada orang lain, dan mereka tidak membuat keputusan yang tegas, terutama saat
hasil keputusan akan membuat orang sedih.
G.
Kriteria
Pengambilan Keputusan
Menurut
konsepsi Anderson, nilai-nilai yang kemungkinan menjadi pedoman perilaku para
pembuat keputusan itu dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kategori, yaitu:
1. Nilai-nilai Politik
Pembuat keputusan mungkin melakukan
penilaian atas altematif kebijaksanaan yang dipilihnya dari sudut pentingnya
altematif-altematil itu bagi partai politiknya atau bagi kelompok-kelompok
klien dari badan atau organisasi yang dipimpinnya. Keputusan-keputusan yang
lahir dari tangan para pembuat keputusan seperti ini bukan mustahil dibuat demi
keuntungan politik’ dan kebijaksanaan dengan demikian akan dilihat sebagai
instrumen untuk memperluas pengaruh-pengaruh politik atau untuk mencapai tujuan
dan kepentingan dari partai politik atau tujuan dari kelompok kepentingan yang
bersangkutan.
2. Nilai-nilai Organisasi
Para pembuat kepurusan, khususnya birokrat
(sipil atau militer), mungkin dalam mengambil keputusan dipengaruhi oleh
nilai-nilai organisasi di mana ia terlibat di dalamnya’ Organisasi, semisal
badan-badan administrasi, menggunakan berbagai bentuk ganjaran dan sanksi dalam
usahanya untuk memaksa para anggotanya menerima, dan bertindak sejalan dengan
nilai-nilai yang telah digariskan oleh organisasi. Sepanjang nilai-nilai
semacam itu ada, orang-orang yang bertindak selaku pengambil keputusan dalam
organisasi itu kemungkinan akan dipedomani oleh pertimbangan-pertimbangan
semacam itu sebagai perwujudan dari hasrat untuk melihat organisasinya tetap
lestari, unuk tetap maju atau untuk memperlancar program-program dan
kegiatan-kegiatannya atau atau untuk mempertahankan kekuasaan dan hak-hak
istimewa yang selama ini dinikmati.
3. Nilai-nilai Pribadi
Hasrat untuk melindungi atau
memenuhi kesejateraan atau kebutuhan fisik atau kebutuhan finansial’ reputasi
diri, atau posisi historis kemungkinan juga digunakan- oleh para pembuat
teputusan sebagai kriteria dalam pengambilan keputusan.
Para politisi yang menerima uang sogok untuk membuat kepurusan tertentu yang menguntungkan si pemberi uang sogok, misalnya sebagai hadiah pemberian perizinan atau penandatanganan kontrak pembangunan proyek tertentu, jelas mempunyai kepentingan pribadi dalam benaknya. Seorang presiden yang mengatakan di depan para wartawan bahwa ia akan menggebut siapa saja yang bertindak inkonstirusional, jelas juga dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan pribadinya’misalnya agar ia mendapat tempat terhormat dalam sejarah bangsa sebagai seseorang yang konsisten dan nasionalis.
Para politisi yang menerima uang sogok untuk membuat kepurusan tertentu yang menguntungkan si pemberi uang sogok, misalnya sebagai hadiah pemberian perizinan atau penandatanganan kontrak pembangunan proyek tertentu, jelas mempunyai kepentingan pribadi dalam benaknya. Seorang presiden yang mengatakan di depan para wartawan bahwa ia akan menggebut siapa saja yang bertindak inkonstirusional, jelas juga dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan pribadinya’misalnya agar ia mendapat tempat terhormat dalam sejarah bangsa sebagai seseorang yang konsisten dan nasionalis.
4. Nilai-nilai Kebijaksanaan
Dari perbincangan di atas, satu hal
hendaklah dicamkan, yakni janganlah kita mempunyai anggapan yang sinis dan
kemudian menarik kesimpulan bahwa para pengambil keputusan politik inr
semata-mata hanyalah dipengaruhi oleh pertimbangan-penimbangan demi keuntungan
politik, organisasi atau pribadi. Sebab, para pembuat keputusan mungkin pula
bertindak berdasarkan atas penepsi mereka terhadap kepentingan umum atau
keyakinan tertentu mengenai kebijaksanaan negara apa yang sekiranya secara
moral tepat dan benar. Seorang wakil rakyat yang mempejuangkan undang-undang
hak kebebasan sipil mungkin akan bertindak sejalan dengan itu karena ia yakin
bahwa tindakan itulah yang secara moral benar, dan bahwa persamaan hak-hak
sipil itu memang merupakan tujuan kebijaksanaan negara yang diinginkan, tanpa
mempedulikan bahwa perjuangan itu mungkin akan menyebabkannya mengalami
resiko-resiko politik yang fatal.
5. Nilai-nilai Ideologis
Ideologi pada hakikatnya merupakan serangkaian
nilai-nilai dan keyakinan yang secara logis saling berkaitan yang mencerminkan
gambaran sederhana mengenai dunia serta berfungsi sebagai pedoman benindak bagi
masyarakat yang meyakininya. Di berbagai negara sedang berkembang di kawasan
Asia, Afrika dan Timur Tengah nasionalisme yang mencerminkan hasrat dari
orang-orang atau bangsa yang bersangkutan untuk merdeka dan menentukan nasibnya
sendiri — telah memberikan peran penting dalam mewamai kebijaksanaan luar
negeri maupun dalam negeri mereka. Pada masa gerakan nasional menuju
kemerdekaan, nasionalisme telah berfungsi sebagai minyak bakar yang mengobarkan
semangat perjuangan bangsa-bangsa di negara-negara sedang berkembang melawan
kekuatan kolonial.
Di Indonesia, ideologi Pancasila
setidaknya bila dilihat dari sudut perilaku politik regim, telah berfungsi
sebagai resep untuk melaksanakan perubahan sosial dan ekonomi. Bahkan ideologi
ini kerapkali juga dipergunakan sebagai instrumen pengukur legitimasi bagi
partisipasi politik atau partisipasi dalam kegiatan pembangunan yang dilakukan
oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat (Abdul Wahab, Solichin, 1987).
H.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keputusan
Menurut Terry (1989)
faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam mengambil keputusan sebagai
berikut:
- Hal-hal yang berwujud maupun tidak berwujud, yang emosional maupun rasional perlu diperhitungkan dalam pengambilan keputusan;
- Setiap keputusan nantinya harus dapat dijadikan bahan untuk mencapai tujuan organisasi;
- Setiap keputusan janganlah berorientasi pada kepentingan pribadi, perhatikan kepentingan orang lain;
- Jarang sekali ada 1 pilihan yang memuaskan;
- Pengambilan keputusan merupakan tindakan mental. Dari tindakan mental ini kemudian harus diubah menjadi tindakan fisik;
- Pengambilan keputusan yang efektif membutuhkan waktu yang cukup lama;
- Diperlukan pengambilan keputusan yang praktis untuk mendapatkan hasil yang baik;
- Setiap keputusan hendaknya dikembangkan, agar dapat diketahui apakah keputusan yang diambil itu betul; dan
- Setiap keputusan itu merupakan tindakan permulaan dari serangkaian kegiatan berikutnya.
I.
Keterlibatan
Bawahan Dalam Pembuatan Keputusan
1. Pembuatan Keputusan Kelompok
Banyak manajer merasa bahwa
keputusan yang dibuat secara kelompok, seperti panitia lebih efektif karena
mereka memaksimumkan pengetahuan lain. Berbagai kebaikan dan kelemahan
pembuatan keputusan secara kelompok
Kebaikan
|
Kelemahan
|
|
1. Implementasi suatu keputusan apakah dibuat oleh kelompok atau tidak, haru
diselesaikan oleh para manejersecara individual. Karena kelompok tidak
diberikan tanggung jawab, keputusan kelompok dapat menghasilkan situasi
dimana tidak seorangpun merasa bertanggung jawab dan saling melempar tanggung
jawab.
1.
Berdasarkan pertimbangan nilai dari waktu sebagai
salah satu sumber daya organisasi, keputusan kelompok sangant memakan biaya.
5.
Bila atasan terlibat, atau salah satu anggota mempunyai kepribadian yang
dominan, keputusan yang dibuat kelompok dalam kenyataannya bukan keputusan
kelompok.
|
Para menejer
akan sulit untuk membuat keputusan tanpa melibatkan para bawahannya,
keterlibatan ini dapat formal seperti pengguanaan kelompok dalam pembuatan
keputusan; atau informal seperti permintaan akan gagasan-gagasan. Bantuan para
bawahan dapat terjadi pada setiap tahap proses pembuatan keputusan. Pentingnya
peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan juga diakui oleh Alutto dan
Belasco (1972), karena dengan demikian ada jaminan bahwa pemeran
serta(karyawan) tetap mempunyai kontrol atas keputusan-keputusan yang diambil.
Apabila pemeran serta tidak dapat mengontrolnya, maka organisasi akan mengalami
kerugian, sama dengan tidak ada peran serta sama sekali. Peran serta bawahan
dalam mengambil keputusan sesungguhnya lahir dari desakan kebutuhan psikologis
yang mendasar pada setiap individu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengambilan keputusan adalah tindakan pemilihan
alternatif. Hal ini berkaian dengan fungsi manajemen. Menurut Herbert A.
Simon, ahli teori kepufusan dan organisasi mengonseptualisasikan tiga tahap
utama dalam proses, pengambilan keputusan: (l) Aktivitas inteligens, (2)
Aktivitas desain, (3) Aktivitas memilih. Tahap ketiga dan terakhir ini
merupakan pilihan sebenarnya-memilih tindakan tertentu dari yang tersedia.
Sedangkan Mintzberg a koleganya mengemukakan tentang langkah-langkah
pengambilan keputusan, yaitu: (1) Tahap identifikasi (2) Tahap pengembangan,
dan (3) Tahap seleksi.
Perilaku pengambilan keputusan berkaitan dengan ahli teori perilaku organisasi. Jika sebuah rencana dipilih untuk mencapai tujuan yang diinginkan, maka keputusan dikatakan rasional, tetapi terdapat banyak komplikasi untuk tes rasionalitas yang sederhana. Salah satu cara untuk mengklarifikasi rasionalitas rencana-tujuan adalah menggunakan kete¬raagan tambahan yang tepat dan berkualitas pada berbagai jenis rasionalitas.
Perilaku pengambilan keputusan berkaitan dengan ahli teori perilaku organisasi. Jika sebuah rencana dipilih untuk mencapai tujuan yang diinginkan, maka keputusan dikatakan rasional, tetapi terdapat banyak komplikasi untuk tes rasionalitas yang sederhana. Salah satu cara untuk mengklarifikasi rasionalitas rencana-tujuan adalah menggunakan kete¬raagan tambahan yang tepat dan berkualitas pada berbagai jenis rasionalitas.
Model Perilaku Pengambilan Keputusan, antara lain:
(1) Model Rasionalitas Ekonomi, (2) Teknik Rasional Modern: ABC, EVA, dan MVA,
(3) Model Sosial, (4) Model Rasionalitas Terbatas dari Simon, dan (5) Heulistik
Penilaian dan Model Bias.
Gaya Pengambilan Keputusan, antara lain: (1)
Gaya Direktif, (2) Gaya Analitik, (3) Gaya Konseptual (4) Gaya Perilaku. Gaya
tersebut dapat digunakan untuk menentukan kekuatan dan kelemahan pembuat
keputusan. Gaya tersebut membantu menjelaskan mengapa manajer yang
berbeda membuat keputusan yang berbeda setelah mengevaluasi informasi yang
sama. Ada beberapa teknik pengambilan keputusan, antara lain: (1) Teknik
Partisipatif, (2) Teknik Keputusan Kelompok, (3) Teknik Delphi dan (4) Teknik
Kelompok Nominal.
B. Saran
B. Saran
Hendaknya pembaca jika menjadi seorang pemimpin
dalam suatu organisasi dapat mengambil keputusan yang tepat dan menerapkan gaya
kepemimpinan sesuai dengan situasi dengan berbagai pertimbangan yang telah
diperhitungkan secara matang.